CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)



PENDEKATAN KONTEKSTUAL
CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING  (CTL)


A. PENGERTIAN
Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) dikembangkan oleh The Washington State Concortium for Contextual Teaching and Learning, yang melibatkan 11 perguruan tinggi, 20 sekolah dan lembaga-lembaga  yang bergerak dalam dunai pendidikan di Amerika Serikat. Salah satu kegiatannya adalah melatih dan memberi kesempatan kepada guru-guru dari enam propinsi di Indonesia untuk belajar pendekatan kontekstual di Amerika Serikat, melalui Direktorat SLTP Depdiknas
Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (US Departement of Education, 2001). Dalam konteks ini siswa perlu mengerti apa makna belajar, manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya. Dengan ini siswa akan menyadari bahwa apa yang mereka pelajari berguna sebagai hidupnya nanti. Sehingga, akan membuat mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal yang bermanfaat untuk hidupnya nanti dan siswa akan berusaha untuk meggapinya.
Pembelajaran matematika kontekstual adalah pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan menyelami bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Proses pengembangan konsep dan gagasan pembelajaran matematika kontekstual bermula dari dunia nyata.
Menurut Nurhadi (2004: 12) disebutkan tentang beberapa terjemahan definisi pembelajaran kontekstual sebagai berikut.
1. Sistem CTL merupakan proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pekerjaan yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari yaitu dengan kontek lingkungan, pribadinya, sosialnya, dan budayanya. Untuk mencapai tujuan tersebut system CTL akan menuntun siswa melalui kedelapan komponen utam CTL yaitu melakukan hubungan yang bermakna, menegerjakan pekerjaan yang berarti, mengatur cara belajar sendiri, bekerja sama, mencapai standar yang tinggi dan asemen autentif.
2. Ada tujuh yang mencirikan konsep CTL yaitu
·         kebermaknaan,
·         penerapan itensi,
·         berfikir tingkat tinggi,
·         kurikulum yang digunakan harus standar,
·         berfokus pada budaya,
·         keterlibatansiswa aktif dan asetmen autentif.
Pembelajaran CTL adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata kedalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara penegetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan dan ketrampilan dari konteks yang terbatasi sedikit demi sedikit dan dari proses mengkonstruksi sendiri sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat.
Tugas guru dalam pembelajaran kontekstual adalah membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih berurusan dengan trategi daripada memberi informasi. Guru hanya megelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan suatu yang baru bagi siswa. Proses belajar mengajar lebih diwarnai Student centered daripada teacher centered. Menurut Depdiknas guru harus melaksanakan beberapa hal sebagai berikut:
1) Mengkaji konsep atau teori yang akan dipelajari oleh siswa .
2) Memahami latar belakang dan pengalaman hidup siswa melalui proses pengkajian secara seksama.
3) Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa yang selanjutnya memilih dan mengkaiykan dengan konsep atau teori yang akan dibahas dalam pembelajaran kontekstual.
4) Merancang pengajaran dengan mengkaitkan konsep atau teori yang dipelajari dengan mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki siswa dan lingkungan hidup mereka.
5) Melaksanakan penilaian terhadap pemahaman siswa, dimana hasilnya nanti dijadikan bahan refeksi terhadap rencana pemebelajaran dan pelaksanaannya.
Dalam pengajaran kontekstual memungkinkan terjadinya lima bentuk belajar yang penting, yaitu
o   mengaitkan (relating),
o   mengalami (experiencing),
o   menerapkan (applying),
o   bekerjasama (cooperating), dan
o   mentransfer (transferring).
  1. Mengaitkan
Adalah strategi yang paling hebat dan merupakan inti konstruktivisme. Guru menggunakan strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru.
  1. Mengalami
Merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti menghubungkan informasi baru dengan pengelaman maupun pengetahui sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan serta melakukan bentuk-bentuk penelitian yang aktif.
  1. Menerapkan.
Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan pemecahan masalah. Guru dapet memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang realistic dan relevan.
  1. Kerjasama.
Siswa yang bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman kerjasama tidak hanya membanti siswa mempelajari bahan ajar, tetapi konsisten dengan dunia nyata.
  1. Mentransfer.
Peran guru membuat bermacam-macam pengelaman belajar dengan focus pada pemahaman bukan hapalan.
Menurut Blanchard, ciri-ciri kontekstual:
1) Menekankan pada pentingnya pemecahan masalah.
2) Kegiatan belajar dilakukan dalam  berbagai konteks
3) Kegiatan belajar dipantau dan diarahkan  agar siswa dapat belajar mandiri.
4) Mendorong siswa untuk belajar dengan temannya dalam kelompok atau secara mandiri.
5) Pelajaran menekankan pada konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda.
6) Menggunakan penilaian otentik

B. PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL
Menurut Depdiknas untuk penerapannya, pendekatan kontektual (CTL) memiliki tujuah komponen utama, yaitu
1.      konstruktivisme (constructivism),
2.      menemukan (Inquiry),
3.      bertanya (Questioning),
4.      masyarakat-belajar (Learning Community),
5.      pemodelan (modeling),
6.      refleksi (reflection), dan
7.      penilaian yang sebenarnya (Authentic).
Adapaun tujuh komponen tersebut sebagai berikut:

1.      Konstruktivisme (constructivism)
Teori belajar tentang konstruktivisme menyatakan bahwa siswa harus memebangun pengetahuan didalam benak mereka sendiri. Setiap pengetahuan dapat dikuasai dengan baik jika siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan di dalam pikirannya.
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir atau filosofis pendekatan CTL yaitu pengetahuan dibangun oleh manusia secara sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks terbatas dan tidak secara tiba-tiba. Pengetahuan bukan seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang siap diambil atau diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Oleh karena itu pengetahuan menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima pengetahuan.
Dalam pandangan konstruktivisme, strategi lebih diutamakan dari pada kemampuan siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Esensi dari teori konstrktivitasme adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mengambil suatu informasi yang bermanfaat menjadi milik mereka sendiri sehingga siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru.
Dalam proses pembentukan pengetahuan, baik perspektif personal maupun perspektif sosial kultural sebenarnya sama-sama menekankan kepentingannya keaktifan siswa dalam belajar, hanya yang satu lebih menekankan keaktifan individual, sedangkan yang lain menekankan pentingnya lingkungan sosial cultural. Tugas guru adalah menfasilitasi proses pembentukan pengetahuan dengan,
a.       Menjadikan pengajar bermakna dan relevan bagi siswa.
b.      Memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri.
c.       Menyadarkan agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.
Pembelajaran menekankan pemahaman sendiri secara aktif, kreatif, dan produktif dari pengalaman atau pengetahuan terdahulu dan dari pengalaman belajar yang bermakna.

2.      Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan bagaian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual Karen pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Kegiatan menemukan (inquiry) merupakan sebuah siklus yang terdiri dari observasi (observation), bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hiphotesis), pengumpulan data (data gathering), penyimpulan (conclusion). 

3.      Bertanya (Questioning)
Questioning atau bertanya adalah salah satu strategi pembentukan pendekatan CTL. Bagi guru bertanya dipandang sebagai kegiatan untuk mendorong siswa mengetahui sesuatu, mengarahkan siswa untuk memperoleh informasi, membimbing dan menilai kemampuan siswa. Bagi siswa bertanya merupakan kegiatan penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inkuiry, yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahui.
Dalam pembelajaran kegiatan bertanya berguna untuk:
a. menggali informasi, baik administrasi maupun akademik.
b. mengecek pemahaman siswa
c. membangkitkan respon kepada siswa
d. mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa
e. mengetahui hal- hal yang sudah diketahui siswa.
f. memfokuskan perhatian siswa pada suatu yang dikehendaki.
g. untuk memebangkitkan pertanyaan dari siswa.
h. untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
Pada semua aktivitas belajar questioning dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara guru dengan siswa, antara siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas. Aktifitas bertanya juga dapat ditemukan ketika siswa berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika menemukan kesulitan, dan ketika mengamati.

4.      Masyarakat Belajar (Learning Community)
Masyarakat belajar adalah kegiatan pembelajaran yang difokuskan pada aktivitas berbicara dan berbagai pengalaman dengan orang lain. Aspek kerjasama dengan orang lain untuk menciptakan pembelajaran yang lebih baik untuk memberikan ruang seluas-luasnya bagi siswa untuk membuka wawasan, berani mengemukakan pendapat yang berbeda dengan orang lain pada umumnya, dan berani berekspresi serta berkomunikasi dengan teman sekelompok atau teman sekelas.Hal ini berarti hasil pembelajaran diperoleh dengan kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari “sharing“ antara teman kelompok dan antara yang tahu dengan tidak tahu.
Dalam kelas CTL, guru selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok yang anggotanya heterogen, guru juga melakukan kolaborasi dengan mendatangkan ahli kedalam kelas. Dalam masyarakat belajar, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar. Seseorang terlibat dalam kegiatan masyarakat belajar memberi informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan sekaligus meminta informasi yang diperlukan dari teman belajarnya. Kegiatan saling belajar ini dapat terjadi jika tidak ada pihak yang dominan dalam komunikasi, tidak ada yang merasa segan untuk bertanya, tidak ada pihak yang menganggap paling tahu, semua pihak mau saling mendengarkan. Prakteknya dalam pembelajaran terwujud dalam pembentukan kelompok kecil, pembentukan kelompok besar, mendatangkan ahli, bekerja dalam kelas sederajat, bekerja kelompok dengan kelas diatasnya, dan bekerja dengan masyarakat.

5.      Pemodelan (Modeling)
Modeling atau permodelan adalah kegiatan pemberian model dengan tujuan untuk membahasakan gagasan yang kita fikirkan, mendemonstrasikan bagaimana kita menginginkan para siswa untuk belajar atau melakukan sesuatu yang kita inginkan. Sebuah pembelajaran ketrampilan atau pengetahuan adalah model yang bisa ditiru. Model itu bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, cara melempar bola dalam olah raga, contoh surat, cara melafalkan Inggris, atau guru memberi contoh cara mengerjakan sesuatu sehingga guru menjadi model tentang bagaimana belajar. Guru bukan satu-satunya perancang model, model dapat dirancang dengan melibatkan siswa.

6.      Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau berfikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa lalu. Siswa menyimpan apa yang telah dipelajari sebagai struktur pengetahuan yang baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Reflkeksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas atau pengetahuan yang baru diterima. Pengetahuan yang diperoleh siswa diperluas melaui konteks pembelajaran, yang kemudian diperluas sedikit demi sedikit. Guru membantu siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru.
Implementasinya pada akhir pembelajaran guru menyisakan waktu sebentar agar siswa melakukan refleksi berupa :
a. pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu.
b. catatan atau jurnal dibuku siswa.
c. kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu.
d. diskusi.
e. hasil karya
Refleksi merupakan cara berpikir atau respon tentang apa yang baru dipelajari aau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa lalu. Realisasinya dalam pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi yang berupa pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu.

7.      Penilaian yang sebenarnya ( Authentic Assessment)
Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang dapat memberi gambaran pengembangan belajar siswa. Gambaran itu perlu diperoleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalamim proses belajar yang benar. Apabila data yang dikumpulkan guru untuk mengidentifikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar , maka guru segera mengambil tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari kemacetan belajar. Penilaian dilakukan secara terintegrasi dari kegiatan pembelajaran. Data yang dikumpulkan harus dari kegiatan yang nyata yang dikerjakan siswa pada proses pembelajaran. Jika guru ingin mengetahui perkembangan siswa maka guru harus mengumpulkan data dari kegiatan nyata saat siswa melakukan kegiatan atau percobaan.
Penilaian autentik didasarkan pada pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa. Beberapa karakteristik penilaian autentik antara lain:
a. dilaksanakan selama dan sesudah pembelajaran
b. dapat digunakan untuk formatif dan sumatif.
c. yang diukur adalah ketrampilan dan penampilannya, bukan mengingat fakta.
d. berkesinambungan.
e. terintegrasi.
f. dapat digunakan sebagai feed back
Menurut Zahorik (1995) dalam buku Depdiknas (2002: 7) ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktek pembelajaran CTL yaitu:
a.       pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (Activating Knowledge).
b.      pemerolehan pengetahuan baru (Acquiring Knowledge) dengan cara mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya.
c.       pemahaman pengetahuan (Understanding Knowledg), yaitu dengan cara menyusun: hipotesis, melakukan sharing dengan orang lain agar mendapat tanggapan dan atas dasar tanggapan itu konsep direvisi dan dikembangkan.
d.      mempraktekan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledg).
e.       melakukan refleksi (relfekting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut.
Sedangkan dalam The Nortwest Regional Education Laboratory USA mengidentifikasikan adanya 6 kunci dasar pembelajaran CTL sebagai berikut.
a.       Pembelajaran bermakna: pemahaman, relevansi dan penilaian pribadi sangat terkait dengan kepentingan siswa didalam mempelajari isi materi pelajaran. Pembelajaran dirasakan terkait dengan kehidupan nyata atau siswa mengerti manfaat pembelajaran, jika mereka merasakan berkepentingan untuk belajara demi kehidupannya dimasa mendatang. Prinsisp ini sejalan dengan pembelajaran bermakna (meaningful learning) yang diajukan oleh Ausubel.
b.      Penerapan pengetahuan adalah kemampuan siswa untuk memahami apa yang dipelajari dan diterapkan dalam tatanan kehidupan dan fungsi dimasa sekarang atau dimasa depan.
c.       Berfikir tingkat tinggi: siswa diwajibkan untuk memanfaatkan berfikir kritis dan berfikir kreatifnya dalam pengumpulan data, pemahaman suatu isu dan pemecahan suatu masalah.
d.      Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar: isi pembelajaran harus dikaitkan dengan standar lokal, provinsi, nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta dunia kerja.
e.       Reponsif terhadap budaya: guru harus memahami dan menghargai nilai, kepercayaan dan kebiasaan siswa, teman pendidik dan masyarakat tempat ia mendidik. Ragam individu dan budaya suatu kelompok serta hubungan antar budaya tersebut akan mempengaruhi pembelajaran dan sekaligus akan berpengaruh terhadap cara mengajar guru. Setidaknya ada 4 hal yang perlu diperhatikan didalam pembelajaran CTL, yaitu individu siswa, kelompok siswa baik sebagai tim atau keseluruhan kelas, tatanan sekolah dan besarnya tatanan komunitas kelas.
f.       Penilaian autentik: penggunaan berbagai strategi penilaian (misalnya penilaian proyek/tugas terstruktur, kegiatan siswa, penggunaan portofolio, rubric, daftar cek, pedoman observasi, dsb) akan merefleksikan hasil belajar sesungguhnya. (Depdiknas, 2002: 11-12).
Penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik. Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan bahwa penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
a. penilaian hasil belajar oleh pendidik;
b. penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan;
c. penilaian hasil belajar oleh Pemerintah.
Berdasarkan pada PP. Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 22 ayat (2) dijelaskan bahwa teknik penilaian hasil belajar pada jenjang sekolah dasar dapat berupa tes tertulis, observasi, tes praktek, dan penugasan perseorangan atau kelompok. Sehingga penilaian hasil belajar ditinjau dari tekniknya dibagi menjadi dua yaitu tes dan non tes.

C. PROSES PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN MODEL
PEMBELAJARAN CTL
·         Langkah pertama: guru mengkondisikan peserta didik dengan suasana kelas yang kondusif yaitu guru mengusahakan agar suasana kelas tenang dan guru memberikan apersepsi yaitu dengan memberikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan materi.
·         Langkah kedua: peserta didik diminta untuk memecahkan permasalahan tersebut dan mempresentasikannya. Dengan kegiatan ini peserta didik diharapkan mampu mengingat kembali apa yang pernah dipelajari,
·         Langkah ketiga: guru memberikan motivasi kepada peserta didik tentang manfaat dari materi yang akan dipelajari.
·         Langkah keempat: guru memberikan permasalahan yang berhubungan dengan materi kemudian peserta didik diminta untuk memecahkan masalah tersebut. Untuk memecahkan masalah tersebut guru membantu peserta didik yaitu dengan pertanyaan-pertanyaan yang nantinya dapat digunakan peserta didik untuk memecahkan permasalahan tersebut.
·         Langkah kelima: beberapa peserta didik diminta untuk mempresentasikan hasil pemecahan permasalahan menurut apa yang diketahui peserta didik.
·         Langkah keenam: guru memberikan nilai atas usaha peserta didik untuk memecahkan permasalahan tersebut.
·         Langkah ketujuh: peserta didik diminta untuk menyimpulkan yang telah dipelajari.
·         Langkah kedelapan: guru memberikan materi. Di akhir proses pembelajaran, peserta didik dan guru menyimpulkan yang telah dipelajarinya.

D. KEUNGGULAN DAN KEKURANGAN MODEL PEMBELAJARAN
CTL
1. Keunggulan model pembelajaran CTL
a. Menjadikan adanya kerja sama antar peserta didik.
b. Menjadikan peserta didik saling menunjang dalam menyelesaikan persoalan yang ada.
c. Menjadikan suasana kelas lebih menyenangkan dan tidak membosankan.
d. Menjadikan peserta didik menjadi lebih aktif di dalam kelas.
e. Menjadikan siswa lebih kritis dalam menyelesaikan masalah yang ada.
2. Kelemahan model pembelajarn CTL.
a. Jika model pemebelajaran CTL tidak dipadukan dengan model pembelajaran lain maka akan sulit membentuk masyarakat belajar           yang baik.
b. Masih sulitnya peserta didik mengkonstruksi persoalan yang diberikan oleh guru yang berhubungan dengan materi yang akan diberikan.
c. Jika guru kurang kreatif maka model pemebelajarann CTL ini akan sulit dilakukan oleh guru sehingga rasa ingin tahu peserta didik kurang.
d. Masih kurangnya peserta didik untuk melakukan berbagi pengalaman dalam memecahkan persoalan yang dihadapi.
e. Masih sulitnya membuat suasana kelas menjadi menyenangkan karena pembelajaran masih dibatasi oleh dinding dan lorong.
f. Masih kurangnya hasil karya peserta didik yang dihasilkan.

Download File Lengkap di sini : [download]

Comments

Popular posts from this blog

KADERISASI ORGANISASI

METODE PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH

PEMBUATAN ALAT PERAGA “ ULAR PINTAR” DARI TUTUP BOTOL BEKAS